KAMPUNG HALAMANKU MEMBOSANKAN TAPI DIRINDUKAN

IMG_4627
Monumen Pesut

Kampung halaman, mendengar kata itu yang ada di pikiranku adalah suasana desa yang asri dekat pegunungan tinggi dengan cuaca sejuk dan aroma daun-daun semerbak wanginya. Ah, pasti asik jika mempunyai kampung halaman yang seperti itu. Tapi tidak dengan kampung halamanku. Samarinda namanya, sebuah kota yang ada di timur Kalimantan. Samarinda, diambil dari kata “sama rendah” yang ditemukan oleh seorang keturunan Sulawesi bernama Daeng Mangkona dan pada tanggal 21 Januari kemarin tepat berusia 349 tahun.

Iya, Kota Samarinda adalah tempat di mana aku lahir dan tinggal sampai sekarang ini. Andai kalian tahu saja, kota ini sama halnya dengan kota-kota lainnya, mulai dari permasalahannya dan lain sebagainya, yang membedakannya mungkin kota lain punya tempat-tempat asik yang bisa dikunjungi sedangkan kota ini tidak terlalu banyak, sedikit tempat asiknya.

Samarinda itu membosankan. Iya, aku bisa bilang seperti itu karena aku sudah 30 tahun ada di kota ini. Apa yang bisa kubanggakan dari kota ini tidak banyak, paling-paling hanya Desa Budaya Pampang, Sungai Mahakam yang luas, atau cuma Islamic Centernya yang jadi landmark di salah satu game monopoli online (kita sebut saja get rich). Tidak banyak kan?. Tapi jika ingin tahu sedikit banyak tentang Samarinda bisa dilihat dari tulisan-tulisan ku sebelumnya di blog ini, ada beberapa yang bisa aku ceritakan tentang Samarinda, tentang legenda suku asli Kalimantan (dayak), permasalahan tembang batubaranya, sampai dengan makanan khasnya, atau jika ada yang ingin berkunjung ke Samarinda, aku tidak akan menolak untuk menemani berkeliling kota.

Samarinda itu membosankan, karena permasalahannya beberapa tahun belakangan ini hampir sama saja, yaitu banjir. Iya, beberapa titik di Kota Samarinda jika saat hujan deras turun akan ada genangan air, dan itu jadi salah satu hal yang sangat dibenci oleh warganya, seperti waktu itu saat hari jadi kota ini. Melalui akun twitter @samarindaupdate yang bertanya tentang harapan warganya di hari jadinya yang ke-349, hampir semua yang menjawab ingin Samarinda bebas banjir, padahal jika dilihat di kota-kota lain, banjir juga ada jika hujan deras. Tapi mungkin warga Samarinda memang sudah bosan dengan banjir yang semakin hari semakin  menjadi di kota ini.

 

Samarinda itu membosankan, kotanya sering banjir, makin macet, lebih bagus dari kota tetangganya Balikpapan dan juga Tenggarong, Samarinda juga nggak punya pantai dan pegunungan tinggi, daerah wisatanya juga kurang banyak, tidak mengherankan banyak warganya yang memilih kota tetangga untuk berlibur, dan benar saja apa yang dikatakan oleh beberapa teman dari kota lain yang ada di grup WA #1minggu1cerita sewaktu aku menayakan tentang Kota Samarinda ini.

waaaa
Grup WA #1minggu1cerita

Tapi di balik membosankannya kota kelahiranku ini, ada hal yang dirindukan. Seperti dulu sekitar tahun 2010 aku pernah beberapa bulan ke Jogjakarta untuk bekerja, rasa rindu akan kota kelahiran tidak bisa dibendung, dan akhirnya aku memilih pulang kampung dan meninggalkan pekerjaanku, padahal Jogjakarta adalah kota yang sangat bagus dan berbanding terbalik dengan Samarinda. Mungkin apa yang dikatakan oleh orang dulu atau bahasa gaulnya urban legend bahwa jika sudah meminum air Sungai Mahakam yang ada di Samarinda, kelak kamu akan kembali ke kota Samarinda, wallahualam.

Selain itu yang dirindukan dari Samarinda adalah makannya, yaitu Nasi Kuning. Makanan khas dari Samarinda ini memang beda rasanya dengan nasi kuning yang ada di tempat lain, entah kenapa aku juga tidak tahu kenapa nasi kuning Samarinda memang lebih enak, dan sebenarnya banyak makanan khas Samarinda lainnya yang bisa membuat Samarinda di rindukan (bisa cek di tulisanku sebelumnya Misteri Kuliner Asli Samarinda)

IMG_5184
NASI KUNING

Dan yang terakhir yang sangat dirindukan dari Samarinda adalah kenangan masa kecilnya, walaupun aku masih berada di Kota Samarinda ini sampai sekarang, aku merindukan masa kecilku dulu, bermain bersama kawan-kawanku dari siang sampai sore menjelang maghrib, berenang di Sungai Karang Mumus (anak Sungai Mahakam) yang dulu masih bersih, dan banyak kenangan lainnya yang kurindukan dari Samarinda. Tidak seperti sekarang yang anak kecilnya sudah lebih dewasa dari umurnya di mana dulu saat masih SMP mainan kami hanya bersepeda dan akan pulang saat jam 8 malam, berbeda dengan anak SMP sekarang yang sudah bisa membawa motor hingga pulang lewat dari jam 10 malam.

IMG_5614
Kawan-kawanku dulu

Itulah kampung halamanku yang membosankan tapi dirindukan. Samarinda Kota Tepian.


14232506_1088715961182653_8045225825818396804_n


4 Comments

Leave a reply to Dwi Arumantikawati Cancel reply